Jumat, 25 November 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI)



1. Dasar Hukum Pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan
Dasar hukum dibentuknya BPK adalah UUD Tahun 1945, di pasal 23E, yang menyebutkan "Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri". Selanjutnya, tahun 2006 telah diterbitkan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. UU 15/2006 ini menegaskan power dari BPK.

2. Kelembagaan
BPK merupakan lembaga tinggi negara yang posisinya ada di luar Pemerintah. BPK kedudukannya setara dengan MPR, DPR, DPRD, MA, dan MK. Meskipun BPK ada di luar Pemerintah, tapi pendanaannya tetap menggunakan APBN melalui Sekretariat Jenderal BPK. Setjen BPK inilah yang ada di dalam pemerintahan.

3. Pemilihan Pimpinan
Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 23F ayat (1) disebutkan bahwa "Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden". Di ayat (2) di tambahkan "Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota". Dengan demikian, Anggota BPK dipilih oleh DPR, kemudian Ketua BPK dipilih oleh anggota dari Anggota BPK yang telah dipilih oleh DPR.

4. Pertanggungjawaban
BPK mempertanggungjabwabkan hasil pemeriksaan keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD, sesuai dengan yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 23E ayat (2).

6. Penugasan
Penugasan audit di BPK berupa Audit Keuangan, Audit Kinerja, Audit dengan Tujuan Tertentu.
7. Jabatan Fungsional Pegawainya
Pegawai-pegawai BPK memegang Jabatan Fungsional Pemeriksa,

8. Gaji
Ketua
Gaji Pokok perbulan   : Rp. 5.040.000
Tunjangan Jabatan     : Rp. 15.600.000
Tunjangan Kinerja BPK :
Kelas Jabatan 1          : 1.540.000
Kelas  Jabatan 17       : 41.550.000

Wakil Ketua BPK
Gaji Pokok perbulan   : Rp. 4.620.000
Tunjangan Jabatan     :  Rp. 15.600.000
Tunjangan Kinerja BPK
Kelas Jabatan 1          : 1.540.000
Kelas Jabatan 17        : 41.550.000

9. Perpres
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188 TAHUN 2014 TENTANG
TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa kepada pegawai di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan telah diberikan Tunjangan Khusus
Pembinaan Keuangan Negara berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1974 tentang
Tunjangan Khusus Pembinaan Pemeriksaan Keuangan Negara Bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota
serta Pegawai Badan Pemeriksa Keuangan;
b. bahwa dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan dan
untuk meningkatkan kinerja Pegawai di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan, perlu mengatur kembali
Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara dalam bentuk Tunjangan Kinerja;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Presiden tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan.
Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4654);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3098) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 108);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4502) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5340). 


MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PRESIDEN TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN
PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
(1) Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi
syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara secara tetap oleh pejabat pembina
kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
(2) Pegawai di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan adalah PNS, Anggota TNI/POLRI, dan Pegawai
lainnya yang berdasarkan Keputusan Pejabat yang berwenang diangkat dalam suatu jabatan atau
ditugaskan dan bekerja secara penuh pada satuan organisasi di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal 2
Kepada Pegawai yang mempunyai jabatan di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan diberikan Tunjangan
Kinerja setiap bulan.
Pasal 3
(1) Tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, tidak diberikan kepada:
a. Pegawai di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan yang tidak mempunyai jabatan tertentu;
b. Pegawai di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan yang diberhentikan untuk sementara atau
dinonaktifkan;
c. Pegawai di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan yang diberhentikan dari jabatan organiknya
dengan diberikan uang tunggu (belum diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil);
d. Pegawai di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan yang diperbantukan/dipekerjakan pada
badan/instansi lain di luar Badan Pemeriksa Keuangan;
e. Pegawai di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan yang diberikan cuti di luar tanggungan negara
atau dalam bebas tugas untuk menjalani masa persiapan pensiun; dan
f. Pegawai pada Badan Layanan Umum yang telah mendapatkan remunerasi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pegawai di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan yang tidak diberikan
Tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Keputusan Ketua Badan
Pemeriksa Keuangan.
Pasal 4
Besaran Tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
2 / 4
Pasal 5
(1) Tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dibayarkan terhitung mulai bulan Juli 2014.
(2) Pembayaran Tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan
memperhitungkan capaian kinerja Pegawai setiap bulannya.
Pasal 6
Pajak Penghasilan atas Tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara pada Tahun Anggaran bersangkutan.
Pasal 7
(1) Untuk pertama kali, penetapan kelas jabatan dari para pemangku jabatan di lingkungan Badan Pemeriksa
Keuangan ditetapkan oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan hasil validasi yang telah
dilakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
(2) Dalam hal terjadi perubahan kelas jabatan dari para pemangku jabatan di lingkungan Badan Pemeriksa
Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kelas jabatan ditetapkan oleh Ketua Badan Pemeriksa
Keuangan setelah mendapat persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi.
(3) Dalam hal persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) akan berakibat terhadap perubahan anggaran, Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.
Pasal 8
(1) Seluruh Pegawai di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan wajib melaksanakan agenda reformasi
birokrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan agenda reformasi birokrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimonitor dan dievaluasi
secara berkala oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional, baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Pasal 9
Ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Presiden ini, diatur lebih lanjut oleh Ketua Badan Pemeriksa
Keuangan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Menteri Keuangan, baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama menurut bidang tugasnya masing-masing.
Pasal 10
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1974 tentang Tunjangan
Khusus Pembinaan Pemeriksaan Keuangan Negara Bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota serta Pegawai
Badan Pemeriksa Keuangan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 11
3 / 4
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 24 Desember 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 24 Desember 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,


Ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 392

Kamis, 24 November 2016

Petani Tanpa Tanda Jasa Dan Guru Ada Tanda Jasanya



Dalam sepanjang sejarah di Negara kita, petani tidak pernah menjadi kelompok yang menang dalam berhadapan dengan alam keras, struktur kekuasaan ekonomi dan politik yang menindas dan sistem pengetahuan dan teknologi yang memihak. Sebenarnya Unsur yang paling mutlak dan vital didalam suatu negara, bukan guru, bupati, dokter, presiden, gubernur,  ataupun yang lainnya, namun unsur yang paling mutlak dan vital itu adalah petani yang menghasilkan hasil pertanian yang bisa dikonsumsi. 

Tanpa ada peran petani, maka semuanya tidak bisa berjalan dengan baik. Apakah ada guru yang mengkonsumsi hasil selain dari pertanian, menurut saya tidak ada, kecuali guru itu sudah menjadi malaikat sehingga tidak membutuhkan lagi hasil pertanian.  Jasa petani harus dipertimbangkan secara serius, karena ini menyangkut dengan isi perut. Percuma ada guru tapi tidak ada hasil pertanian yang bisa dikonsumsi, maka mau jadi apa gurunya nanti, kalau tidak ada yang dikonsumsi. 

Jadi saya menganggap petani itu adalah orang nomor satu diNegara ini, karena dengan adanya peran petani, mulai dari Guru, Bupati, Presiden, Gubernur dan yang lain-lainnya bisa hidup dari hasil pertanian, untuk itu angkatlah derajat petani setinggi-tingginya, dan jangan pernah keliru dengan semboyan guru tanpa tanda jasa, namun buatlah semboyan petani tanpa tanda jasa. Bukan sebaliknya, guru itu ada tanda jasa karena ada gajinya dari pemerintah, namun kaum-kaum petani tidak ada.

Terima kasih semoga bermanfaat oleh Fiki Yardi Lestaluhu

Sabtu, 12 November 2016

Ongkos Politik





Seberapa mahal ongkos Taxi, jelas tidak begitu mahal karena ongkos Taxi dari awal perjalanan, hingga mencapai tujuan akhir sudah ada proses kesepakatan antara penumpang dan sopirnya. Sehingga harganya bisa dipatok misalnya dari Muara Beliti sampai dengan pasar Lubuklinggau harga ongkosnya berkisar Rp. 6.000 sampai dengan Rp. 7.000. 
Coba kita analogikan berapa sih ongkos untuk berpolitik dalam artian untuk menjadi pimpinan seperti anggota eksekutif, legeslatif, yudikatif. Apakah ongkos politiknya bisa kita patok harganya atau tidak. Menurut hemat saya ongkos politik sangat mahal dan tidak bisa dipatok harganya, karena pada saat mendatangkan masa atau di datangi masa, juga perlu finansial yang cukup.


Meskipun Pimpinan itu sudah ditunjuk oleh partai-partai atau oleh khalayak dalam artian sudah bisa dianggap menang dalam sebuah pemilihan Demokrasi, tapi yang diutamakan juga finansial. Kenapa harus finansial karena ini adalah unsur awal dalam dunia politik tanpa ada finansial, nonsense tidak ada masa.

Kamis, 10 November 2016

Ketika Pengetahuan Ilmiah, Logika, Etika,Estetika, Filsafat, Politik, Hukum Dan Seni, Tidak Sanggup Menghakimi Ahok Maka Agamalah Yang Sanggup Menghakiminya.



Fenomena Ahok sebagai pemimipin non islam yang memiliki integritas tinggi, memiliki jiwa yang tegas didunia Pemerintahan, apapun jenis kebijakannya beliau berani mengambil keputusan yang tegas tanpa pandang bulu. Ciri khas dari beliau selalu tegas meskipun bertentangan dengan masyarakat.

Berdasarkan Pengetahuan Ilmiah beliau sangat cocok dalam mengawal Pemerintahan Indonesia yang selama ini terjadi simpang-siur antara Anggaran-anggaran Pemerintahan.  Dulunya sering terjadi korupsi namun di era sekarang mungkin sangat kecil sekali ruang untuk melakukan tindakan korupsi. 

Secara logika untuk Pemerintahan sekarang Ahok sangat tepat untuk mengawal Anggaran-Anggaran yang dimiliki Pemerintah, Ahok itu tidak cocok jadi pemimpin tapi Ahok itu lebih condong dan cocok dengan KPK karena beliau sangat teliti dan tegas mengenai Anggaran-Anggaran yang akan dikucurkan.

Melalui etika dan estetika yang diperankan oleh Ahok kepada khalayak mungkin sangat bertentangan karena etika bicara, etika marah, etika apapun itu harus dipertimbangkan didalam dunia politik apalagi menjadi seorang Pemimpin.

Filsafat pun ikut mengkajinya dari track recode perjalanan Ahok, beliau saya anggap adalah seorang fhilosopis yang kritis, cerdas, tegas, dan extrim yang melahirkan sistem dalam tubuh demokrasi indonesia yakni sistem bersih yakni bersih dari koruptor, bersih dari waduk, bersih dari perumahan kumuh dan lain-lain.

Kalau dipandang dimata politik Ahok adalah pengambil keputusan yang berani, yakni berani mengambil resiko berani menghadapi apapun. Tapi keputusannya begitu bertentangan dengan hukum, hukum yang ada di Indonesia ini tidak berani menghukum Ahok, karena begitu banyak pandangan dengan Ahok.

tapi seni pun ikut mengomentarinya, itulah seni Ahok, seni simata sipit yang berdiri di diatas Binekatunggal Ika, atas nama Bhineka Tunggal Ika, Ahok berlindung diri. Dari seluruh pengkajian mulai dari pengetahuan ilmiah, Logika, Etika dan Estetika, Filsafat, Politik , Hukum dan Seni, saya rasa tidak sanggup menghakimi Ahok.  Dan semuanya kita kembalikan ke Agama. agamalah yang mutlak, yang mampu menghakimi Ahok karena, terjadi penistaan Agama, mungkin Hukum agamalah dan di dampingi oleh hukum pemerintahan yang mampu memperoses Ahok.

Semoga bermanfaat oleh Fiki Yardi Lestaluhu