Minggu, 31 Juli 2016

Kota tanpa filsafat


        Kota Lubuklinggau merupakan kota kelahiranku yang berada didaerah Sumatera Selatan. Di sebuah kota kecil ini saya dilahirkan dan dibesarkan. Kota dengan luas berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 2001 adalah 401,50 Km2 atau 40.150 Ha.  Setiap kota memiliki karakternya masing-masing. Seperti kota Lubuklinggau ini, kehidupan sehari-hari memiliki tempo dan tensi yang sangat tinggi. Sedemikian tingginya hingga orang-orang yang tinggal di dalamnya harus mengikuti iramanya. Jika tidak, seseorang tentu akan tertinggal. 
 
Di kota Lubuklinggau, semua orang bergerak sangat cepat. Kompetisi yang tinggi membuat semua orang bersemangat untuk memperoleh prestasi. Namun efek sampingnya, semangat itu sering kali dilampiaskan dengan wujud saling sikut. Tentu saja yang lemah akan terjatuh. Bahkan jika sudah terjatuh, bisa terinjak dan tergilas. 

Kalau saya cermati kota Lubuklinggau merupakan kota tanpa ruang filsafat. Kenapa saya mengatakan demikian, karena sangat tertutupnya mimbar kebebasan untuk berpendapat, berdiskusi, berdebat dan bertukar pikiran untuk mencari esensi dari kehidupan misalnya dalam bentuk pembahasan tentang sulitnya perkembangan ekonomi , ambruknya dibidang pertanian, Pelanggaran hukum, kejahatan moral, intrik politik, dogma agama, apa maknanya? Segala persoalan personal, masalah sosial, apa maknanya? Apa makna semua ini? Apa maknanya bagi kehidupan ini?

Kota yang  memiliki tempo dan tensi yang sangat tinggi. Diskusi yang berisi percakapan dan perdebatan merupakan ruang refleksi. Tempo dan tensi yang begitu tinggi cenderung membuat orang lupa akan refleksi. Di kota Lubuklinggau, manusia hampir tidak memiliki waktu untuk sekadar berdiam diri, apalagi bercakap dan berdiskusi. Jika digambarkan secara ekstrim, kota ini tidak menyediakan orang-orang yang mau diajak duduk bersama, memikirkan esensi kehidupan ini, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan esensial tentang kehidupan. 

Hampir tidak ada orang yang mau mendengar keluhan orang lain dengan sukarela, apalagi ikut merasakan penderitaannya. Kota yang  tidak pernah tidur. Siang dan malam begitu berisik dan bising. Sehingga itulah Saya namakan sebagai kota tanpa permenungan sebagai ‘Kota Tanpa Filsafat’. Kota tanpa filsafat sebab hampir tidak ada percakapan, perdebatan, dan diskusi tentang pencarian makna kehidupan. 

Di kota tanpa filsafat, diskusi sekilas tampak di ruang-ruang publik. Namun setelah diamati dari dekat, tidak ada pencarian makna. Orang-orang di kota ini membawa apa yang ditontonnya untuk diceritakan kembali tanpa penyelidikan makna yang lebih serius. Kata filsafat hampir tak terdengar di kota ini. Kalaupun terdengar, orang segera menutup telinga karena merasa tidak ada gunanya.

Hidup di kota tanpa filsafat seperti hidup dalam kesunyian di tengah keramaian. Kehidupan sehari-hari di kota tanpa filsafat memperlihatkan praktik kesibukan meskipun sebenarnya hanya ada kehampaan di dalamnya. Sesungguhnya, yang menciptakan kota seperti ini adalah orang-orangnya karena yang dapat membentuk ‘peradaban’ suatu kota adalah orang-orangnya. Semoga saja, kita sebagai manusia terus memberi kehidupan terutama di tempat di mana kita berada. Tentu saja, salah satunya mengadakan diskusi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis seputar pencarian makna.

Jumat, 22 Juli 2016

Google dijadikan guru besar



GOOGLE DIJADIKAN GURU BESAR

Mengapa setiap ada pertanyaan yang tidak mengerti lalu pada akhir bertanya ke google, kenapa setiap ada kesulitan larinya ke google, mengapa setiap tidak tahu harus pergi ke google, mengapa setiap ada masalah yang tidak bisa diselsaikan larinya harus ke google, mengapa belajar saja harus melalui google, sampai-sampai mencari jodoh, dan berdoa pun harus melalui google dan masak, mandi, tidur pun harus pergi ke google. Sebuah penomena yang aneh, seakan-akan google itu dijadikan sebagai guru besar yang tahu segalanya.

Google merupakan mesin pencari yang sangat pintar dalam mencari data-data yang kita inginkan, Ketergantungan kita pada google sangat tinggi, google pun tidak bisa di pisahkan dari kehidupan sehari-hari, sedikit-dikit harus google, apapun harus google. Seakan-akan google pemberi solusi segalanya, google memang mempermudah manusia dalam memberi solusi, tapi kepintaran mesin pencari ini mampu membuat kita menjadi malas untuk berfikir, semuanya ingin serba instan.

Google tak hanya unik dari asal katanya. Google pun memiliki latar belakang sejarah yang unik. Google lahir dari sebuah pertemuan dua pemuda yang terjadi secara tidak sengaja pada tahun 1995 lalu. Larry Page, alumnus Universitas Michigan yang sedang menikmati kunjungan akhir pekan, tanpa sengaja dipertemukan dengan Sergey Brin, salah seorang murid yang mendapat tugas mengantar keliling Lary.

Pada Januari 1996, Larry dan Sergey mulai melakukan kolaborasi dalam pembuatan search engine yang diberi nama BacRub. Setahun kemudian pendekatan unik mereka tentang analisis jaringan mengangkat reputasi Backrub. Kabar mengenai teknik baru mesin pencari langsung meledak ke penjuru kampus. Larry dan Sergey terus menyempurnakan teknologi Google sepanjang awal 1998. Dan akhirnya, perusahaan Google pun dapat didirikan pada 7 September 1998 dan dibuka secara resmi di Menio Park, California. Kehebatan larry dan sergey sudah menemukan google, google pun digunakan khalayak. Semua orang pun hampir pasti sudah menggunakan  google untuk mencari data-data yang diinginkan.

Tradisi Pertanian

TRADISI PERTANIAN

pengertian pertanian secara sempit adalah usaha bercocok tanam di suatu lahan yang mana hasilnya akan di ambil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pertanian secara luas adalah suatu kegiatan pertanian meliputi perkebunan, kehutanan, tanaman hortikultura, tanaman pangan, perikanan, dan peternakan. 

Bidang pertanian tidak akan pernah hilang, bagaimana pun keadaannya selama bumi ini masih terjaga dan utuh, sampai kapanpun pertanian selalu di nomor satukan karena mahkluk hidup sangat bergantung dari hasil pertanian. Malahan hampir tidak ada yang bisa menggantikan hasil dari pertanian.

Sebagai contoh sederhana, adakah manusia ataupun hewan yang secara terus-menerus mengkonsumsi selain hasil dari pertanian misalnya mengkonsumsi plastik, besi, karet ataupun yang lainnya, apakah plastik, besi ataupun karet bisa menghasilkan energi bagi tubuh manusia dan hewan, saya rasa tidak, secara terus menerus manusia ataupun hewan tidak akan bertahan hidup tanpa mengkonsumsi hasil dari pertanian.

Itulah sebabnya kenapa saya mengambil tema mengenai pertanian, sampai-sampai saya pun kuliah di fakultas pertanian dan menyelsaikan starata 1 di universitas musi rawas, karena bidang pertanian sangat dibutuhkan di dunia ini. Hanya saja pertanian diindonesia menurut saya cendrung masih memiliki kelemahan dan condong kearah belakang maksudnya masih digunakannya tradisi lama yakni prinsip gotong royong dan prinsip tradisonal. Prinsip gotong royong adalah mengerjakan dan menyelsaikan suatu masalah secara bersama, dan prinsip tradisonal adalah masih memegang teguh pemikiran lama dari nenek moyang kita. 

Kalau dikaji lebih dalam lagi, menggunakan prinsip gotong royong sangat merugikan terutama modal bagi para petani, sebagai contoh menggunakan prinsip gotong royong dalam budidaya tanaman padi, 1 hektar memerlukan tenaga manusia berkisar 15 orang mulai dari penanaman, pemeliharaan, hingga panen. Kalau dihitung berapa hari selsai penanamannya dari 15 orang  tersebut, butuh waktu lama untuk penyelsaiannya, apalagi pada saat panen, hasil panen pun kadang tidak balik modal karena harus dibagi-bagi. 

Begitupun prinsip tradisonal, sebagai contoh dari manakah pemikiran petani kita dari zaman dahulu hingga sekarang kalau mau budidaya tanaman harus melalui ritual khusus, memberikan sesajen, sedekah bumi ataupun yang lainnya. Pada intinya setelah melakukan ritual tersebut, harapan petani tidak terjadi gagal panen, ataupun bisa mendapatkan hasil panen yang melimpah.

Secara rasional dari kedua prinsip tersebut merugikan bagi para petani dan tidak masuk akal.  Coba bayangkan kalau menggunakan teknologi, perbandingan 1 mesin tanam padi dengan 15 pekerja mana yang lebih cepat dan mana yang lebih irit biaya, saya rasa mesin tanam padi, karena 1 mesin tersebut mampu menanam padi 1 hektar dalam waktu berkisar 2 atau 3 jam, bandingkan dengan 15 orang tadi saya rasa membutuhkan waktu 1 minggu atau 2 minggu. Kenapa tidak masuk akal, karena hubungan tanaman dengan ritual khusus misalnya pemberian sesajen atau sedekah bumi tidak ada keterkaitannya dengan tanaman yang akan dibudidayakan, secara rasional tanaman butuh unsur hara yang berimbang. tepat dosis, tepat waktu, dan tepat sasaran.

Selasa, 19 Juli 2016

saya dan filsafat



 saya dan filsafat

Mengapa saya membahas mengenai filsafat padahal saya tidak kuliah filsafat. Padahal saya lulusan sarjana pertanian, hubungan filsafat dengan pertanian begitu jauh. Ada sebuah alasan kenapa saya mempelajari, membahas, dan mengupas seluk-beluk dan inti terdalam dari filsafat. Alasannya karena pada awal mengenal filsafat pikiran yang saya bangun menjadi tersesat akibat filsafat, karena yang saya pelajari hanya terlintas dari kulit  filsafat saja, tidak sampai keakar-akarnya.

Itulah alasan yang kuat mengapa saya harus mempelajari, membahas, dan mengupas seluk-beluk dan inti terdalam dari filsafat, apa kelebihan dan kekurangan dari filsafat, untuk apa filsafat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, bagaimana mengkaji inti terdalam dari filsafat menurut agama, ilmu, dan filsafat itu sendiri.

Filsafat merupakan seni bertanya yang radikal terhadap hal-hal mendasar mengenai hidup, kita dipaksa bertanya dan berpikir secara mendasar, mengakar, sistematik dan terarah mengenai hal-hal pokok dalam hidup ini. Kita dipaksa mengkaji dan mencari hakekat dari semua yang ada dan tidak ada di alam jagad raya ini.

Filsafat mengoncang nalar kita untuk lebih melatih otak agar bisa berpikir lebih kritis, rasional, dan radikal terhadap semua masalah yang dihadapi. Setelah mengenal sedikit mengenai filsafat, ternyata filsafat itu menguji jiwa, akal, pikiran, dan mental kita menjadi lebih matang dan lebih kuat. Menguji iman kita menjadi lebih beriman lagi kepada Allah SWT dan junjungannya nabi Muhamad SAW. 

Dari latar belakang seperti ini  ada sedikit pengalaman yang dapat saya simpulkan bahwa kalau ingin jiwa, raga, akal dan pikiran, kita menjadi lebih tenang, sebaiknya jangan mempelajari filsafat, sebaiknya kita belajar langsung ke ustad ataupun ke orang alim sebab yang mutlak itu hanya ada di agama. Filsafat hanyalah alternatif berfikir dan mencari jawaban dengan rasional. Para ahli mengatakan induk dari segala ilmu pengetahuan adalah filsafat. Tapi yang paling mutlak menurut saya agama islam beserta kitab suci al-quran sebagai induk dari induk segala ilmu pengetahuan.

Ilmu , filsafat dan agama



ILMU, FILSAFAT, DAN AGAMA

Filsafat

Sebagaimana pendapat umum, bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan dan prinsip-prinsip mencari kebenaran. Berfilsafat berarti berpikir rasional-logis, mendalam dan bebas (tidak terikat dengan tradisi, dogma agama) untuk memperoleh kebenaran. Kata ini berasal dari Yunani, Philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan.

            Filsafat sebagaimana pengertiannya semula termasuk bagian dari pengetahuan, sebab pada permulaannya zaman Yunani Kuno filsafat identik dengan pengetahuan (baik teoretik maupun praktik). Akan tetapi lama kelamaan ilmu-ilmu khusus menemukan kekhasannya sendiri untuk kemudian memisahkan diri dari filsafat. Gerak spesialisasi ilmu-ilmu itu semakin cepat pada zaman modern, pertama ilmu-ilmu eksakta, lalu diikuti oleh ilmu-ilmu sosial seperti: ekonomi, sosiologi, sejarah, psikologi dan seterusnya. 

Secara garis besar pengetahuan dapat digolongkan menjadi tiga kategori umum, yakni:  
1. pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk (yang disebut juga dengan etika/agama).                                                                                                                             2. pengetahuan tentang indah dan yang tidakindah (yang disebut dengan estetika/seni).                                                                                                               3. pengetahuan tentang yang benar dan yang salah (yang disebut dengan logika/ilmu). Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tak lagi merupakan misteri.

Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu. Dengan demikian ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama. Objek kajian filsafat meliputi objek material dan objek formal, fisik dan metafisik, termasuk Tuhan, alam dan manusia, sedangkan objek formalnya adalah hakikat dari segala sesuatu yang ada (yang wujud), baik yang fisik maupun yang metafisik.
  
Ilmu 

Berbeda dengan filsafat, ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya, dan hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan gejala-gejala alam. Pengetahuan keilmuan merupakan sari penjelasan mengenai alam yang bersifat subjektif dan berusaha memberikan makna sepenuhnya mengenai objek yang diungkapkannya Berbeda dengan filsafat, ilmu hanya membatasi diri pada objeknya yang empiris dan terukur dari manusia dan alam nyata (fisik). Ilmu mencoba mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variabel yang terikat dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional. Ilmu mencoba mencarikan penjelasan mengenai alam yang bersifat umum dan impersonal.
 
Secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian objek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki pula daerah jelajah yang bersifat transendental yang berada di luar pengalaman manusia itu. Sedangkan sisi lain dari pengetahuan mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan sepenuh maknanya.

Agama

Agama merupakan sistem kepercayaan terhadap sesuatu yang dianggap memiliki kekuatan supra natural (Tuhan). Agama merupakan sistem peribadatan dan penyembahan (worship) terhadap Yang Mutlak dan sistem peraturan (norma) yang mengatur hubungan antar manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan. Dengan demikian, unsur-unsur agama meliputi:  kepercayaan, peribadatan dan norma. Agama merupakan sumber pengetahuan tentang moral, penilaian mengenai yang baik dan yang buruk. Agama memberikan petunjuk tentang tujuan yang harus dicapai oleh manusia.
  
Antara Filsafat, Ilmu dan Agama

Antara filsafat dan ilmu memiliki tujuan yang sama, yaitu mencari kebenaran. Dari aspek sumber, filsafat dan ilmu memiliki sumber yang sama, yaitu akal atau rasio. Karena akal manusia terbatas, yang tak mampu menjelajah wilayah yang metafisik, maka kebenaran filsafat dan ilmu dianggap relatif, nisbi. Sementara agama bersumber dari wahyu, yang kebenarannya dianggap absolut, mutlak. Dari aspek objek, filsafat memiliki objek kajian yang lebih luas dari ilmu. Jika ilmu hanya menjangkau wilayah fisik (alam dan manusia), maka filsafat menjangkau wilayah baik fisik maupun yang metafisik (Tuhan, alam dan manusia). Tetapi jangkauan wilayah metafisik filsafat (sesuai wataknya yang rasional-spikulatif)  membuatnya tidak bisa disebut absolut kebenarannya. Sementara agama agama wahyu dengan ajaran-ajarannya yang terkandung dalam kitab suci Tuhan,  diyakini sebagai memiliki kebenaran mutlak. Agama dimulai dari percaya (iman), sementara filsafat dan ilmu dimulai dari keraguan.

Ilmu, filsafat dan agama memiliki keterkaitan dan saling menunjang bagi manusia. Keterkaitan itu terletak pada tiga potensi utama yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, yaitu akal, budi dan rasa serta keyakinan. Melalui ketiga potensi tersebut manusia akan memperoleh kebahagiaan yang sebenarnya. Dalam konteks studi agama, manusia perlu menggunakan pendekatan secara utuh dan komperehensif. Ada dua pendekatan dalam studi agama secara komperehensif tersebut, yaitu: Pertama, pendekatan rasional-spikulatif. Pendekatan ini adalah pendekata filsafat (philosophical approach), misalnya pendekatan studi agama terhadap teks-teks yang terkait dengan masalah eskatologis-metafisik, epistemologi, etika dan estetika; kedua, pendekatan rasional-empirik. Pendekatan ini adalah pendekatan ilmu (scientific approach), misalnya pendekatan studi agama terhadap teks-teks yang terkait dengan sunnatullah (ayat-ayat kauniyah), teks-teks hukum yang bersifat perintah dan larangan dan sejarah masa lampau umat manusia.

Agama memerintahkan manusia untuk mempelajari alam, menggali hukum-hukumnya agar manusia hidup secara alamiah sesuai dengan tujuan dan asas moral  yang diridhai  Tuhan. Ilmu sebagai alat harus diarahkan oleh agama, supaya memperoleh kebaikan dan kebahagiaan, sebaliknya ilmu tanpa agama, maka akan membawa bencana dan kesengsaraan. Maka benar kata Einstein, science without religion is blind, religion without science is lame.

Filsafat membantu agama dalam empat hal:

1. filsafat dapat menginterpretasikan teks-teks sucinya secara objektif,
2. filsafat membantu memberikan metode-metode pemikiran bagi teologi
3. filsafat membantu agama dalam menghadapi problema dan tantangan zaman, misalnya soal hubungan IPTEK dengan agama
4. filsafat membantu agama dalam menghadapi tantangan ideologi-ideologi baru.

Filsafat Agama Atau Filsafat Ilmu Agama?

Lantas bagaimanakah dengan Filsafat Agama dan Filsafat Ilmu Agama? Apakah Filsafat Agama membicarakan agama dalam perspektif filsafat? Atau filsafat dalam perspektif agama? Apakah Filsafat Ilmu Agama berarti berbicara tentang filsafat ilmu dalam persepektif agama? Atau agama dalam perspektif filsafat ilmu? Atau berbicara tentang ilmu-ilmu agama dalam perspektif filsafat ilmu?

Sebetulnya term Filsafat Ilmu Agama itu tidak lazim digunakan, yang lazim digunakan adalah Filsafat Agama (Philosophy of Religion), bukan  Philosophy of Religious Science ataupun Philosophy of Religious Studies. Persoalannya, apakah semua agama memiliki bangunan keilmuannya? Apakah agama itu ilmu? Dalam konteks Islam, memang ada konsep tentang ilmu. Hal ini sebagaimana yang diakui oleh  H.A.R. Gibb, bahwa Islam lebih dari sekadar sistem teologi, tetapi ia sarat dengan peradaban (Islam is indeed much more then a system of theology its complete of civilization). 

Islam memiliki sistem ajaran. Sistem ajaran inilah yang kemudian menjadi sangat luas cakupannya. Ada ajaran tentang akidah, ajaran tentang syari’ah dan ajaran tentang akhlak (etika). Tiga aspek ajaran dalam Islam itu masing-masing memiliki perspektif bangunan keilmuannya. Dari ajaran akidah memunculkan Ilmu Kalam, dari ajaran syari’ah memunculkan Ilmu Fiqh dan dari ajaran akhlak memunculkan Ilmu Akhlak (Etika). Dari sudut ini, maka jika term Filsafat Ilmu Agama ini dapat digunakan (sebagai sesuatu yang lazim), maka yang dimaksud adalah Filsafat tentang Ilmu Agama, seperti  Filsafat Teologi (Filsafat Kalam), Filsafat Hukum Islam (Fiqh), Filsafat Pendidikan Islam dan seterusnya. 

Apa yang ditulis oleh Harun Nasution dalam karyanya, Falsafat Agama,  (Lihat, Harun Nasution, Falsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1973), sesungguhnya juga berisikan filsafat tentang Tuhan dan Manusia dalam perspektif Islam. Dalam konteks ini, maka Filsafat Agama yang ditulis oleh Harun lebih tepat disebut dengan  Filsafat Teologi Islam (Filsafat Kalam), atau Filsafat Islam.