ILMU, FILSAFAT, DAN
AGAMA
Filsafat
Sebagaimana pendapat
umum, bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan dan
prinsip-prinsip mencari kebenaran. Berfilsafat berarti berpikir rasional-logis,
mendalam dan bebas (tidak terikat dengan tradisi, dogma agama) untuk memperoleh
kebenaran. Kata ini berasal dari Yunani, Philos yang berarti cinta dan Sophia
yang berarti kebijaksanaan.
Filsafat sebagaimana pengertiannya semula termasuk bagian dari pengetahuan, sebab pada permulaannya
zaman Yunani Kuno filsafat identik dengan pengetahuan (baik teoretik maupun
praktik). Akan tetapi lama kelamaan ilmu-ilmu khusus menemukan kekhasannya
sendiri untuk kemudian memisahkan diri dari filsafat. Gerak spesialisasi
ilmu-ilmu itu semakin cepat pada zaman modern, pertama ilmu-ilmu eksakta, lalu diikuti
oleh ilmu-ilmu sosial seperti: ekonomi, sosiologi, sejarah, psikologi dan
seterusnya.
Secara garis besar pengetahuan
dapat digolongkan menjadi tiga kategori umum, yakni:
1. pengetahuan tentang
yang baik dan yang buruk (yang disebut juga dengan etika/agama).
2. pengetahuan tentang indah dan yang tidakindah (yang disebut dengan
estetika/seni).
3. pengetahuan tentang yang benar dan yang
salah (yang disebut dengan logika/ilmu). Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang
mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tak lagi
merupakan misteri.
Pengetahuan pada
hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu,
termasuk di dalamnya adalah ilmu. Dengan demikian ilmu merupakan bagian dari
pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan
lainnya, seperti seni dan agama. Objek kajian filsafat meliputi objek material
dan objek formal, fisik dan metafisik, termasuk Tuhan, alam dan manusia,
sedangkan objek formalnya adalah hakikat dari segala sesuatu yang ada (yang
wujud), baik yang fisik maupun yang metafisik.
Ilmu
Berbeda
dengan filsafat, ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya, dan hasil
kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan
gejala-gejala alam. Pengetahuan keilmuan merupakan sari penjelasan mengenai
alam yang bersifat subjektif dan berusaha memberikan makna sepenuhnya mengenai
objek yang diungkapkannya Berbeda
dengan filsafat, ilmu hanya membatasi diri pada objeknya yang empiris dan
terukur dari manusia dan alam nyata (fisik). Ilmu mencoba mengembangkan sebuah
model yang sederhana mengenai dunia empiris dengan mengabstraksikan realitas
menjadi beberapa variabel yang terikat dalam sebuah hubungan yang bersifat
rasional. Ilmu mencoba mencarikan penjelasan mengenai alam yang bersifat umum
dan impersonal.
Secara
ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian objek yang berada dalam lingkup
pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki pula daerah jelajah yang bersifat
transendental yang berada di luar pengalaman manusia itu. Sedangkan sisi lain
dari pengetahuan mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan sepenuh maknanya.
Agama
Agama
merupakan sistem kepercayaan terhadap sesuatu yang dianggap memiliki kekuatan
supra natural (Tuhan). Agama merupakan sistem peribadatan dan penyembahan (worship)
terhadap Yang Mutlak dan sistem peraturan (norma) yang mengatur hubungan antar
manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan. Dengan demikian,
unsur-unsur agama meliputi: kepercayaan,
peribadatan dan norma. Agama merupakan sumber pengetahuan tentang moral,
penilaian mengenai yang baik dan yang buruk. Agama memberikan petunjuk tentang
tujuan yang harus dicapai oleh manusia.
Antara Filsafat, Ilmu dan Agama
Antara
filsafat dan ilmu memiliki tujuan yang sama, yaitu mencari kebenaran. Dari aspek
sumber, filsafat dan ilmu memiliki sumber yang sama, yaitu akal atau rasio.
Karena akal manusia terbatas, yang tak mampu menjelajah wilayah yang metafisik,
maka kebenaran filsafat dan ilmu dianggap relatif, nisbi. Sementara agama
bersumber dari wahyu, yang kebenarannya dianggap absolut, mutlak. Dari aspek
objek, filsafat memiliki objek kajian yang lebih luas dari ilmu. Jika ilmu
hanya menjangkau wilayah fisik (alam dan manusia), maka filsafat menjangkau
wilayah baik fisik maupun yang metafisik (Tuhan, alam dan manusia). Tetapi
jangkauan wilayah metafisik filsafat (sesuai wataknya yang
rasional-spikulatif) membuatnya tidak
bisa disebut absolut kebenarannya. Sementara agama agama wahyu dengan
ajaran-ajarannya yang terkandung dalam kitab suci Tuhan, diyakini sebagai memiliki kebenaran mutlak.
Agama dimulai dari percaya (iman), sementara filsafat dan ilmu dimulai dari
keraguan.
Ilmu,
filsafat dan agama memiliki keterkaitan dan saling menunjang bagi manusia.
Keterkaitan itu terletak pada tiga potensi utama yang diberikan oleh Tuhan
kepada manusia, yaitu akal, budi dan rasa serta keyakinan. Melalui ketiga
potensi tersebut manusia akan memperoleh kebahagiaan yang sebenarnya. Dalam
konteks studi agama, manusia perlu menggunakan pendekatan secara utuh dan komperehensif.
Ada dua pendekatan dalam studi agama secara komperehensif tersebut, yaitu:
Pertama, pendekatan rasional-spikulatif. Pendekatan ini adalah pendekata
filsafat (philosophical approach), misalnya pendekatan studi agama terhadap
teks-teks yang terkait dengan masalah eskatologis-metafisik, epistemologi,
etika dan estetika; kedua, pendekatan rasional-empirik. Pendekatan ini adalah
pendekatan ilmu (scientific approach), misalnya pendekatan studi agama terhadap
teks-teks yang terkait dengan sunnatullah (ayat-ayat kauniyah), teks-teks hukum
yang bersifat perintah dan larangan dan sejarah masa lampau umat manusia.
Agama
memerintahkan manusia untuk mempelajari alam, menggali hukum-hukumnya agar
manusia hidup secara alamiah sesuai dengan tujuan dan asas moral yang diridhai
Tuhan. Ilmu sebagai alat harus diarahkan oleh agama, supaya memperoleh
kebaikan dan kebahagiaan, sebaliknya ilmu tanpa agama, maka akan membawa
bencana dan kesengsaraan. Maka benar kata Einstein, science without religion is
blind, religion without science is lame.
Filsafat membantu agama dalam empat
hal:
1.
filsafat dapat menginterpretasikan teks-teks sucinya secara objektif,
2.
filsafat membantu memberikan metode-metode pemikiran bagi teologi
3.
filsafat membantu agama dalam menghadapi problema dan tantangan zaman, misalnya
soal hubungan IPTEK dengan agama
4.
filsafat membantu agama dalam menghadapi tantangan ideologi-ideologi baru.
Filsafat Agama Atau Filsafat Ilmu
Agama?
Lantas
bagaimanakah dengan Filsafat Agama dan Filsafat Ilmu Agama? Apakah Filsafat
Agama membicarakan agama dalam perspektif filsafat? Atau filsafat dalam
perspektif agama? Apakah Filsafat Ilmu Agama berarti berbicara tentang filsafat
ilmu dalam persepektif agama? Atau agama dalam perspektif filsafat ilmu? Atau
berbicara tentang ilmu-ilmu agama dalam perspektif filsafat ilmu?
Sebetulnya
term Filsafat Ilmu Agama itu tidak lazim digunakan, yang lazim digunakan adalah
Filsafat Agama (Philosophy of Religion), bukan
Philosophy of Religious Science ataupun Philosophy of Religious Studies.
Persoalannya, apakah semua agama memiliki bangunan keilmuannya? Apakah agama
itu ilmu? Dalam konteks Islam, memang ada konsep tentang ilmu. Hal ini
sebagaimana yang diakui oleh H.A.R.
Gibb, bahwa Islam lebih dari sekadar sistem teologi, tetapi ia sarat dengan
peradaban (Islam is indeed much more then a system of theology its complete of
civilization).
Islam
memiliki sistem ajaran. Sistem ajaran inilah yang kemudian menjadi sangat luas
cakupannya. Ada ajaran tentang akidah, ajaran tentang syari’ah dan ajaran
tentang akhlak (etika). Tiga aspek ajaran dalam Islam itu masing-masing
memiliki perspektif bangunan keilmuannya. Dari ajaran akidah memunculkan Ilmu
Kalam, dari ajaran syari’ah memunculkan Ilmu Fiqh dan dari ajaran akhlak
memunculkan Ilmu Akhlak (Etika). Dari sudut ini, maka jika term Filsafat Ilmu
Agama ini dapat digunakan (sebagai sesuatu yang lazim), maka yang dimaksud
adalah Filsafat tentang Ilmu Agama, seperti
Filsafat Teologi (Filsafat Kalam), Filsafat Hukum Islam (Fiqh), Filsafat
Pendidikan Islam dan seterusnya.
Apa
yang ditulis oleh Harun Nasution dalam karyanya, Falsafat Agama, (Lihat, Harun Nasution, Falsafat Agama,
Jakarta: Bulan Bintang, 1973), sesungguhnya juga berisikan filsafat tentang
Tuhan dan Manusia dalam perspektif Islam. Dalam konteks ini, maka Filsafat
Agama yang ditulis oleh Harun lebih tepat disebut dengan Filsafat Teologi Islam (Filsafat Kalam), atau
Filsafat Islam.